Wednesday, August 29, 2012

UPDATE ROHINGYA PER 29/8/2012


MAUNGDAW (Arrahmah.com) - Para personel tentara Burma dan warga desa Natala (pemukim baru yang menempati desa Rohingya yang telah dibakar -red) menghancurkan sebuah Masjid  di desa Tha Yae Kone Tan, selatan Maungdaw pada Rabu (22/8/2012) malam dan madrasah Islam desa Lambagonena, berdasarkan laporan seorang warga desa Tha Yae Kone Tan kepada Kaladan Press.

Awalnya, "personel tentara dari Maungdaw bergabung dengan tentara yang berada di dekat desa Tha Yae Kone Tan dan desa Natala Tha Yae Kone Baw bersama dengan para warga desa Natala melakukan pertemuan sekitar pukul 16:00 pada 21 Agustus 2012," kata warga desa itu.
Kemudian, "warga desa Rohingya di Tha Yae Kone Tan, melihat dua truk tentara bergabung dengan kamp tentara dari desa Natala Tha Yae Kone Baw. Tidak ada laki-laki di desa tersebut, hanya ada para wanita yang tinggal di rumah-rumah mereka," tambahnya.
Para tentara dan warga desa Natala itu mendatangi Masjid tersebut, yang terletak di luar desa dan di utara desa Natala sekitar pukul 20:00 waktu setempat dan mereka mulai menghancurkan dinding Masjid hingga tengah malam, menurut seorang tetua dari Maungdaw.
Warga desa Natala menghancurkan Masjid itu sementara tentara melindungi warga Natala dari serangan (balasan) warga Muslim Rohingya yang ingin mempertahankan Masjid mereka.
Setelah itu, pada pukul 21:00 malam warga Natala dan tentara menghancurkan madrasah Islam di desa Lambagonena.
Komite "pencari fakta"
Pemerintah Musyrik Burma telah membentuk 27 anggota komite pencari fakta yang "independen" untuk mencari bukti tentang kerusuhan etnis di negara bagian Arakan yang akan dilaporkan ke Presiden Thein Sein. Thein Sein yang tidak ingin komite internasional melakukan investigasi di Arakan juga membentuk sebuah komite untuk mencari fakta terkait pembunuhan 10 jamaah haji Muslim di Taungkok pada 3 Juni 2012. Namun, menurut investigasi Kaladan Press, komite tersebut masih belum memberikan laporan yang sebenarnya kepada Thein Sein dan komite tersebut hanya melaporkan bahwa setiap orang mengatakan bahwa mereka tidak melihat siapapun membunuh jamaah haji Muslim.
Di satu sisi pemerintah mengerahkan tim "pencari fakta", namun di sisi lain kekerasan terhadap Muslim dan bangunan mereka terus dibiarkan terjadi. Hal ini membuat warga Muslim tidak yakin akan komite bentukan pemerintah bisa memberikan laporan yang adil dan benar. (siraaj/arrahmah.com)

MAUNGDAW (Arrahmah.com) - Sekitar 40 tentara dari Batalion Infanteri 342 mendarat di pasar desa Thee Chaung (Balukhali), utara Maungdaw sekitar pukul 14.30 waktu setempat pada Rabu (22/8/2012) lalu dan mereka menjarah sebuah toko di depan banyak pembeli dan saksi lainnya.
"Para prajurit yang beroperasi di sekitar perbatasan burma menjarah toko milik Mohammed Ali.  Mereka mengambil banyak barang dan menolak untuk membayarnya," ujar pejabat desa setempat.
"Saat penjaga tokoh memaksa para tentara untuk membayar, ia dipukuli dengan sangat parah dan kini mengalami cedera serius.  Banyak orang di sekitar yang menyaksikan insiden itu namun tidak berani campur tangan."
Pejabat tersebut melaporkan kejahatan tentara Myanmar tersebut ke Pejabat Administrasi Distrik di Maungdaw.
Ketika para tentara tahu bahwa pejabat lokal telah memberitahukan kasus penjarahan tersebut ke pejabat senior di Maungdaw, mereka mulai memburu para pejabat desa.
Para tentara brutal tersebut memanggil seluruh pejabat desa setempat ke kamp mereka, menginterogasi mereka dan mendapatkan seorang pejabat yang bertanggung jawab atas pelaporan itu.
Mereka kemudian dengan sangat brutal memukulinya.  Pejabat lainnya yang mengatakan kepada tentara bahwa apa yang mereka lakukan di toko itu tidaklah benar, juga dipukuli dan dianiaya.
Keduanya kemudian dibebaskan dengan peringatan bahwa mereka tidak boleh melaporkan insiden pemukulan ini kepada siapapun.  Namun berita penyiksaan terhadap dua pejabat desa oleh tentara Myanmar, bocor oleh seorang tetua desa Thee Chaung.
Dalam peristiwa lain, pasukan "keamanan" Myanmar juga membakar beberapa toko milik Rohingya di desa Khamaung Zeik, utara Maungdaw.  Api meratakan toko dan dimatikan sebelum menelan toko lain milik Rakhine.  Barang senilai miliaran kyats di dalam toko-toko itu hancur dalam kebakaran.  (haninmazaya/arrahmah.com)

ARAKAN (Arrahmah.com) - Seorang sumber, seorang jurnalis di Burma, yang dikutip oleh Rohingya Blogger mengatakan bahwa Vihara berperan penting dalam mendistribusikan senjata bagi warga Buddhis untuk melawan Muslim Rohingya di Arakan.
Dia mengatakan bahwa dalam beberapa pekan belakangan ini terlihat jelas bahwa para Vihara memainkan peran penting dalam mendistribusikan senjata kepada penduduk etnis Rakhine (Buddhis).
Kaum Muslimin di Maungdaw kembali dalam ketakutan, kata sumber, setelah melihat pedang-pedang panjang diturunkan dari truk-truk sore ini (26/8/2012), dan disimpan di sebuah Vihara Buddha di bawah kontrol U Kan Tun (warga Rakhine lokal). Vihara itu, lanjut sumber, dibangun di dekat sungai kecil dan anak sungai Maungdaw dan berdekatan dengan tempat tinggal Muslim di Shundaripara dan Nafitdill. Itu adalah sebuah Vihara yang terisolasi di ujung timur laut dari kota dan dikenal atas pengiriman barang-barang ilegal dari Bangladesh melalui terusan, yang juga terkenal dengan kegiatan-kegiatan anti-Muslimnya. 
Lebih jauh sumber mengungkapkan bahwa di kota Kyauktaw baru-baru ini, senjata ditemukan dari warga Rakhine ketika desa-desa Muslim dihancurkan hingga rata dengan tanah. Meskipun beberapa warga Buddhis Rakhine diselidiki dan ditangkap, pihak berwenang tetap menutupi situasi dari pengetahuan publik. Muslim Rohingya di Maungdaw sangat teliti mengawasi perkembangan yang terjadi di sekitar Vihara tersebut, tetapi mereka tidak bisa mempersiapkan untuk menghadapi segala peristiwa yang mungkin terjadi, sebab kondisi mereka yang lemah.
Selain itu dikatakan bahwa pada saat terjadi kerusuhan, setiap warga Buddhis Rakhine memegang pedang di tangannya, kekuatan fisik yang warga Muslim Rohingya tidak bisa menyainginya. (siraaj/arrahmah.com)

MALAYSIA (Arrahmah.com) - Kekejaman terhadap Muslim di Myamnar (Burma), tepatnya di negara bagian Arakan (Rakhine), oleh tangan-tangan Musyrikin Buddhis Rakhine telah banyak bukti yang menunjukkan hal itu, tidak bisa dibantahkan. Tetapi masih banyak orang yang ragu dengan fakta yang ada. Otoritas Myanmar sengaja menutup-nutupi fakta sebenarnya dari dunia tentang kejahatan yang mereka lakukan.
Seorang Muslim Rohingya yang telah tinggal di Malaysia mengatakan kepada The Malay Mail bahwa laporan-laporan media terkait jumlah kematian Muslim di Arakan sangat tidak akurat, maksudnya jumlah kematian faktanya lebih tinggi daripada yang dilaporkan, terutama oleh media-media mainstream pro-Myanmar. Menurutnya, ribuan warga desa Rohingya telah menjadi korban dari kekerasan yang terjadi.
Kontraktor Abul Kasim (34), yang telah tinggal di Malaysia sejak 10 tahun lalu, mengatakan bahwa laporan-laporan jumlah korban dimainkan oleh otoritas Myanmar dan mengungkapkan kekejaman otoritas Myanmar terhadap Muslim.
"Ini (kekerasan ini) bukanlah hal yang baru. Pada kenyataannya, ini telah berlangsung selama beberapa waktu, bertahun-tahun. Bertahun-tahun hanya ada diskriminasi, tetapi pembantaian massal hanya terjadi baru-baru ini," kata Abul Kasim, yang melarikan diri ke Myanmar sekitar satu dekade lalu untuk meneyelamatkan diri dari penganiyaaan oleh junta Myanmar.
"Mereka (personel tentara) memperkosa sepupu saya di depan saya. Mereka memburu saya setelah menyadari bahwa Saya menyaksikan insiden itu. Saya tidak tahan lagi dan memutuskan untuk datang ke Malaysia untuk memulai hidup baru." 
Abul Kasim
"Saya kemudian mengetahui bahwa sepupu saya melakukan bunuh diri," lanjutnya, yang menjadi salah satu relawan dari 30 Muslim Rohingya yang mempersiapkan pasokan bantuan yang disediakan oleh Kelab Putera 1 Malaysia, untuk diberikan kepada para pengungsi Rohingya pekan depan. 
"Ini satu-satunya cara yang Saya bisa lakukan untuk membantu sesama Rohingya," katanya. Abul Kasim juga mengatakan bahwa ayahnya masih hidup di Yangon tetapi telah meninggalkan tanah dan harta bendanya.
"Paman saya masih hidup di desa dekat Arakan. Dari percapakan terakhir saya dengannya, rumah mereka telah dibakar dan mereka menjadi tidak punya rumah," katanya. "Kamit tidak ingin apapun dari pemerintah Myanmar. Kami hanya ingin kebebasan dan kewarganegaraan."
Abul Kasim juga mengungkapkan bahwa Muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar bukan karena ingin keluar dari garis kemiskinan, seperti yang banyak orang duga.

"Ini bukan tentang uang. Kami mempunyai kekayaan bernilai jutaan di Myanmar, tetapi mereka telah membakarnya," ungkapnya.

"Kami dipaksa untuk melakukan perjalanan ke seluruh dunia, tetapi hati kami tidak pernah tenang karena apa yang sedang terjadi." (siraaj/arrahmah.com)




2 comments:

  1. konflik ini belum berakhir juga kah? ikut sedih dan prihatin

    ReplyDelete
    Replies
    1. belum, rezim budha myanmar masih membantai muslim rohingya di sana, bahkan para psikopat budha itu mempersiapkan untuk membantai dan mengusir muslim dari wilayah myanmar

      Delete

Silakan Berkomentar