Saturday, September 1, 2012

GENOCIDE MUSLIM ROHINGYA MEMANG DIPIMPIN REZIM MYANMAR


MAUNGDAW (Arrahmah.com) - Sekitar 40 tentara dari Batalion Infanteri 342 mendarat di pasar desa Thee Chaung (Balukhali), utara Maungdaw sekitar pukul 14.30 waktu setempat pada Rabu (22/8/2012) lalu dan mereka menjarah sebuah toko di depan banyak pembeli dan saksi lainnya.

"Para prajurit yang beroperasi di sekitar perbatasan burma menjarah toko milik Mohammed Ali.  Mereka mengambil banyak barang dan menolak untuk membayarnya," ujar pejabat desa setempat.
"Saat penjaga tokoh memaksa para tentara untuk membayar, ia dipukuli dengan sangat parah dan kini mengalami cedera serius.  Banyak orang di sekitar yang menyaksikan insiden itu namun tidak berani campur tangan."
Pejabat tersebut melaporkan kejahatan tentara Myanmar tersebut ke Pejabat Administrasi Distrik di Maungdaw.
Ketika para tentara tahu bahwa pejabat lokal telah memberitahukan kasus penjarahan tersebut ke pejabat senior di Maungdaw, mereka mulai memburu para pejabat desa.
Para tentara brutal tersebut memanggil seluruh pejabat desa setempat ke kamp mereka, menginterogasi mereka dan mendapatkan seorang pejabat yang bertanggung jawab atas pelaporan itu.
Mereka kemudian dengan sangat brutal memukulinya.  Pejabat lainnya yang mengatakan kepada tentara bahwa apa yang mereka lakukan di toko itu tidaklah benar, juga dipukuli dan dianiaya.
Keduanya kemudian dibebaskan dengan peringatan bahwa mereka tidak boleh melaporkan insiden pemukulan ini kepada siapapun.  Namun berita penyiksaan terhadap dua pejabat desa oleh tentara Myanmar, bocor oleh seorang tetua desa Thee Chaung.
Dalam peristiwa lain, pasukan "keamanan" Myanmar juga membakar beberapa toko milik Rohingya di desa Khamaung Zeik, utara Maungdaw.  Api meratakan toko dan dimatikan sebelum menelan toko lain milik Rakhine.  Barang senilai miliaran kyats di dalam toko-toko itu hancur dalam kebakaran.  (haninmazaya/arrahmah.com)

ARAKAN (Arrahmah.com) - Seorang sumber, seorang jurnalis di Burma, yang dikutip oleh Rohingya Blogger mengatakan bahwa Vihara berperan penting dalam mendistribusikan senjata bagi warga Buddhis untuk melawan Muslim Rohingya di Arakan.
Dia mengatakan bahwa dalam beberapa pekan belakangan ini terlihat jelas bahwa para Vihara memainkan peran penting dalam mendistribusikan senjata kepada penduduk etnis Rakhine (Buddhis).
Kaum Muslimin di Maungdaw kembali dalam ketakutan, kata sumber, setelah melihat pedang-pedang panjang diturunkan dari truk-truk sore ini (26/8/2012), dan disimpan di sebuah Vihara Buddha di bawah kontrol U Kan Tun (warga Rakhine lokal). Vihara itu, lanjut sumber, dibangun di dekat sungai kecil dan anak sungai Maungdaw dan berdekatan dengan tempat tinggal Muslim di Shundaripara dan Nafitdill. Itu adalah sebuah Vihara yang terisolasi di ujung timur laut dari kota dan dikenal atas pengiriman barang-barang ilegal dari Bangladesh melalui terusan, yang juga terkenal dengan kegiatan-kegiatan anti-Muslimnya. 

Lebih jauh sumber mengungkapkan bahwa di kota Kyauktaw baru-baru ini, senjata ditemukan dari warga Rakhine ketika desa-desa Muslim dihancurkan hingga rata dengan tanah. Meskipun beberapa warga Buddhis Rakhine diselidiki dan ditangkap, pihak berwenang tetap menutupi situasi dari pengetahuan publik. Muslim Rohingya di Maungdaw sangat teliti mengawasi perkembangan yang terjadi di sekitar Vihara tersebut, tetapi mereka tidak bisa mempersiapkan untuk menghadapi segala peristiwa yang mungkin terjadi, sebab kondisi mereka yang lemah.
Selain itu dikatakan bahwa pada saat terjadi kerusuhan, setiap warga Buddhis Rakhine memegang pedang di tangannya, kekuatan fisik yang warga Muslim Rohingya tidak bisa menyainginya. (siraaj/arrahmah.com)

ARAKAN (Arrahmah.com) - Ekstrimis Buddhis Rakhine dari kota Maungdaw nampak bersiap-siap untuk menyerang Muslim Rohingya, mereka menyetok senjata mematikan sejak bulan Juli 2012, menurut laporan seorang petugas desa dari Maungdaw, dilansir Kaladan Press, (26/8/202).
"Orang-orang Rakhine telah membawa senjata-senjata mematikan-pedang panjang-dari kota yang berbeda di negara bagian Arakan melalui Buthidaung dengan perahu dan truk-truk sejak bulan Juli," katanya.
"Otoritas yang berwenang di dermaga Buthidaung telah membantu atau berpura-pura tidak tahu bahwa senjata-senjata mematikan itu telah diangkut," tambahnya.
Senjata-senjata mematikan itu dimuat ke dalam truk dan dibawa ke Maungdaw di mana sangat banyak pos-pos pemeriksaan yang berada di sana dan anehnya senjata-senjata itu diturunkan di Maungdaw tanpa ada kesulitan, menunjukkan bahwa otoritas setempat membantu etnis Rakhine untuk menyerang Muslim Rohingya di Maungdaw, seperti dituturkan oleh seorang saksi mata dari dermaga Buthidaung kepada Kaladan Press.
"Dua truk berisi pedang-pedang panjang dimuat dari dermaga Buthidaung yang diturunkan di Darkywa di distrik kota no. 3, Maungdaw pada 19 Agustus," kata saksi.
"Demikian pula, muatan truk lainnya diturunkan di Vihara Aung Mangla di jalur desa Shwezarr pekan ini. Dan sangat banyak orang Rakhine dari tempat yang berbeda di negara bagian Arakan tinggal di dalam penggilingan padi tua di Shwezarr, ruang bioskop tua dan Vihara-vihara," tambah saksi.
Menurut seorang tetua dari Maungdaw, setiap malam warga Rakhine lokal dari luar daerah mengadakan pertemuan di Vihara untuk membicarakan bagaimana menyetok senjata-senjata mematikan dan menyerang Muslim Rohingya.
Tetua itu menambahkan bahwa pertemuan itu dipimpin oleh para Bhiksu dan para pejabat tinggi dari kota Maungdaw dan sebagian besar senjata di simpan di Vihara-vihara.
Sama seperti yang dilaporkan oleh seorang jurnalis Burma sebelumnya, yang dilansir Rohingya Blogger, bahwa Vihara memiliki peran penting dalam mendistribusikan senjata untuk digunakan melawan Muslim Rohingya di Arakan.
Persenjataan yang tak sebanding
Di Arakan, sudah menjadi layaknya medan tempur bagi etnis Buddha Rakhine. Mereka tak tanggung-tanggung memasok senjata dan bahkan membuatnya sendiri.
Menurut laporan warga desa dari Maungdaw, yang diterima Kaladan Press, warga Buddhis Rakhine dari Maungdaw membawa beberapa pandai besi dari kota-kota di Arakan ke distrik kota no. 6 untuk membuat pedang-pedang panjang dan senjata-senjata mematikan lainnya. Mereka membuat senjata-senjata itu di atas gunung di dekat gerbang empat mil. Di daerah-daerah empat mil, ada markas-markas Hluntin (polisi anti huru-hara), pos pemeriksaan Nasaka (pasukan penjaga perbatasan) dan kantor polisi.
Masyarakat Rakhine terlihat merencanakan untuk menyerang masyarakat Rohingya di Maungdaw dengan persenjataan yang kuat dan dukungan otoritas. Sementara itu Muslim Rohingya yang masih bertahan tidak memiliki kekuatan yang sebanding, jangankan pedang atau senjata api bahkan pisau dapur saja mereka tidak punya, sebab rumah mereka sering dijarah. (siraaj/arrahmah.com)

MALAYSIA (Arrahmah.com) - Kekejaman terhadap Muslim di Myamnar (Burma), tepatnya di negara bagian Arakan (Rakhine), oleh tangan-tangan Musyrikin Buddhis Rakhine telah banyak bukti yang menunjukkan hal itu, tidak bisa dibantahkan. Tetapi masih banyak orang yang ragu dengan fakta yang ada. Otoritas Myanmar sengaja menutup-nutupi fakta sebenarnya dari dunia tentang kejahatan yang mereka lakukan.
Seorang Muslim Rohingya yang telah tinggal di Malaysia mengatakan kepada The Malay Mail bahwa laporan-laporan media terkait jumlah kematian Muslim di Arakan sangat tidak akurat, maksudnya jumlah kematian faktanya lebih tinggi daripada yang dilaporkan, terutama oleh media-media mainstream pro-Myanmar. Menurutnya, ribuan warga desa Rohingya telah menjadi korban dari kekerasan yang terjadi.
Kontraktor Abul Kasim (34), yang telah tinggal di Malaysia sejak 10 tahun lalu, mengatakan bahwa laporan-laporan jumlah korban dimainkan oleh otoritas Myanmar dan mengungkapkan kekejaman otoritas Myanmar terhadap Muslim.
"Ini (kekerasan ini) bukanlah hal yang baru. Pada kenyataannya, ini telah berlangsung selama beberapa waktu, bertahun-tahun. Bertahun-tahun hanya ada diskriminasi, tetapi pembantaian massal hanya terjadi baru-baru ini," kata Abul Kasim, yang melarikan diri ke Myanmar sekitar satu dekade lalu untuk meneyelamatkan diri dari penganiyaaan oleh junta Myanmar.
"Mereka (personel tentara) memperkosa sepupu saya di depan saya. Mereka memburu saya setelah menyadari bahwa Saya menyaksikan insiden itu. Saya tidak tahan lagi dan memutuskan untuk datang ke Malaysia untuk memulai hidup baru." 

Abul Kasim

"Saya kemudian mengetahui bahwa sepupu saya melakukan bunuh diri," lanjutnya, yang menjadi salah satu relawan dari 30 Muslim Rohingya yang mempersiapkan pasokan bantuan yang disediakan oleh Kelab Putera 1 Malaysia, untuk diberikan kepada para pengungsi Rohingya pekan depan. 
"Ini satu-satunya cara yang Saya bisa lakukan untuk membantu sesama Rohingya," katanya. Abul Kasim juga mengatakan bahwa ayahnya masih hidup di Yangon tetapi telah meninggalkan tanah dan harta bendanya.
"Paman saya masih hidup di desa dekat Arakan. Dari percapakan terakhir saya dengannya, rumah mereka telah dibakar dan mereka menjadi tidak punya rumah," katanya. "Kamit tidak ingin apapun dari pemerintah Myanmar. Kami hanya ingin kebebasan dan kewarganegaraan."
Abul Kasim juga mengungkapkan bahwa Muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar bukan karena ingin keluar dari garis kemiskinan, seperti yang banyak orang duga.

"Ini bukan tentang uang. Kami mempunyai kekayaan bernilai jutaan di Myanmar, tetapi mereka telah membakarnya," ungkapnya.

"Kami dipaksa untuk melakukan perjalanan ke seluruh dunia, tetapi hati kami tidak pernah tenang karena apa yang sedang terjadi." (siraaj/arrahmah.com)

ARAKAN (Arrahmah.com) - The following is a report from one of our protected sources- a Journalist in Burma who is constantly receiving numerous verified reports.
It has become clear in recent weeks that the Monasteries play a vital role in distributing weapons to the Rakhine population. Muslims in Maungdaw are yet again in fear after watching bundles of long swords being unloaded from trucks this afternoon, and stored in a Buddhist Monastery under the control of U Kan Tun (local Rakhine). The Monastery is built near the Maungdaw creek and a small tributary and adjacent to the Muslim quarters of Shundaripara and Nafitdill. This is an isolated Monastery at the northeast end of the town and is well- known for illegal transport of goods from Bangladesh using the waterway, popular for anti-Muslim activities.
It is widely believed that all Buddhist Monasteries in Arakan are center of Rakhine Nationalistic and Communalistic activities. These centers are used for secret meetings for any emergencies. All illegal materials such as lethal weapons, arms and instigative materials are stored in these monasteries with local Rakhines in collaboration with local law enforcers (police, Lun Htin) and other authorities.
Recently, in Kyauktaw town, arms were recovered from Rakhines when Muslim villages were razed to the ground. Though some Rakhines were investigated and arrested, the authorities kept the situation shrouded from common knowledge. The Rohingya of Maungdaw are closely watching the development around the said Monastery but they cannot be prepared for all eventualities. It was said that during the riot, every Rakhine had a sword in his hand, a force and strength that the Rohingya cannot contend with.  (restlessbeings/arrahmah.com)




No comments:

Post a Comment

Silakan Berkomentar