Sunday, October 16, 2011

USAHA PENGHANCURAN KPK


Ekses dari pemanggilan terhadap empat Ketua Banggar sudah mulai nampak. Di mana usaha-usaha secara sistematis menghancurkan KPK sudah terasa.
Ini merupakan bentuk sebuah perlawanan yang komulatif dari jaringan koruptor yang sudah menguasai sistem negara.
Betapa tidak. Sudah begitu banyak jumlah para pejabat publik yang dipenjaraka akibat perbuatan melawan hukum, yang bernama "korupsi" yang mereka lakukan. Seperti menteri, anggota legislatif pusat dan daerah, gubernur, bupati, dan pejabat-pejabat lainnya.
Departemen Dalam  Negeri pernah mengumumkan tidak kurang 160 lebih penjabat setingkat gubernur, bupati dan walikota yang sudah dijebloskan ke dalam penjara.
Dalam satu kasus saja, diantaranya, pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia, Miranda Gulthom, tak kurang 26 orang anggota DPR, yang dipenjarakan oleh KPK. Karena secara sah mereka terbukti menerima suap. 26 orang anggota DPR itu, hampir semua fraksi di DPR, mereka menerima suap.
Tetapi, KPK sampai sekarang belum dapat menuntaskan kasus suap pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia Miranda  Gultom, karena faktor kunci yaitu Nunun Nurbaiti, yang berdasarkan pengakuan anggota DPR yang sudah menjalani hukuman itu, uang yang mereka terima berasal dari Nunun Nurbaiti, dan Nunun sampai sekarang masih belum jelas.
Tentu, yang paling dramatis adalah kasus suap Wisma Atlet dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, yang ujungnya melibatkan para pimpinan Banggar. Selanjutnya, KPK berdasarkan bukti-bukti yang ada dari para tersangka memanggil para Ketua Banggar, dan menimbulkan reaksi yang sangat keras.
Bukan hanya baikot terhadap pembahasan APBN-P 2011, tetapi juga terhadap pembahasan RAPBN 2012. Dampak boikot terhadap pembahasan APBN dan RAPBN ini  menimbulkan problem yang  menyangkut hajat rakyat banyak yang dikorbankan.
Ekses pertama terhadap KPK, sesudah KPK menyisir Banggar, dalam rapat konsultasi dengan Komisi III DPR, adalah politikus dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fachri Hamzah, di mana dengan nada suara yang tinggi, menyatakan bahwa  "KPK harus dibubarkan". Karena menurut kader PKS itu, KPK sebagai lembaga "super body", yang dinilai memiliki kewenangan yang berlebihan.
Pernyataan Fachri Hamzah itu, sepertinya bukan hanya menjadi sebuah "policy" dari PKS semata, tetapi sudah menjadi muara dari kepentingan-kepentingan rezim KKN, yang tidak menghendaki KPK tetap ada. KPK sudah menjadi sebuah "momok" bagi elemen-elemen yang selama ini bergelimang dengan KKN. Maka, sejatinya statement Fachri Hamzah itu, menjadi sebuah "mainstraem" (arus utama) dari elemen-elemen politik di Senayan, yang mewakili berbagai kepentingan, yang  ingin mengembalikan rezim KKN, seperti di zaman Orde Baru.
Karena, tak lama kemudian, sesudah terjadi polemik dikalangan masyarakat tentang ide Fachri Hamzah yang ingin membubarkan KPK, sekarang telah menjadi kesepakatan di DPR yang akan merevisi Undang-Undang  No 30/2002 tentang KPK. Di mana Komisi III DPR mulai membahas revisi Undang-Undang No 30/2002, hari Rabu lalu.
Pertemuan itu, juga menyebutkan, bahwa Fachri Hamzah yang pernah mengeluarkan pernyataan pembubaran KPK itu, ditunjuk memimpin Panja revisi Undang-Undang  No 30/2002 tentang KPK.
Langkah-langkah DPR yang akan dilakukan guna menghancurkan KPK itu, tak lain, menghabisi yang menjadi kewenangan KPK, seperti penyelidikan, penyidikan, sampai penuntutan akan dihapuskan, dan kembalikan kepada kejaksaan. Kejaksaan menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan penuntutan.
Padahal, lahirnya KPK ini, tak lain, akibat lembaga-lembaga penegak hukum, seperti kepolisian dan kejaksaan yang tidak mampu membasmi KKN di republik ini. Kasus-kasus pelanggaran hukum, termasu korupsi yang terjadi banyak gagal di ekskusi dengan keputusan yang memadai oleh jaksa. Tetapi, sekarang DPR ingin mengembalikan kewenangan penuntutan itu kepada jaksa. 
Bukan hanya itu. DPR juga menolak delapan orang calon pimpinan KPK yang dihasilkan oleh panitia seleseksi, dan sudah diterima pemerintah. Tetapi fihak DPR menolaknya, dan meminta yaitu jumlah pimpinan KPK, sepuluh orang.  Sehingga, sampai hari ini masih terkatung-katung penetapan unsur-unsur pimpinan KPK.
DPR juga nampaknya ingin melawan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), tertanggal 20 Juni 2011 bahwa masa jabatan Busyro Muqaddas empat tahun. Juru bicara MK Akil Muchtar mengatakan bahwa sebaiknya DPR memperhatikan dan mempertimbangkan keputusan MK terkait revisi Undang Undang  KPK.
DPR berpegang  pada pasal 33 ayat (1a) RUU KPK, anggota pimpinan KPK hanya akan melanjutkan sisa  masa jabatan pimpinan KPK yang digantikan. Dengan demikian, jabatan Busyro Muqaddas hanya sisa satu tahun. Itulah yang menjadi keinginan DPR.
Semua langkah DPR itu hanyalah sebuah bentuk usaha-usaha yang akan menghilangkan kewenangan KPK, dan akhirnya KPK tidak memiliki kewenangan apa-apa lagi. Mungkin hanya akan menjadi lembaga seperti LSM saja.
Mungkin itu yang dikehendaki DPR. Nampaknya DPR juga tidak menginginkan KPK sebagai lembaga yang sesuai dengan Undang-Undang yang ingin menegakkan hukum dan memberantas KKN yang sudah mendarah-daging di Indonesia ini. Wallahu'alam.

sumber: 
http://www.eramuslim.com/editorial/usaha-usaha-menghancurkan-kpk.htm

No comments:

Post a Comment

Silakan Berkomentar