Hidayatullah.com--Guru
Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. Dr.dr. H. Dadang
Hawari menyatakan, pemerintah masih kurang peduli dengan bahaya rokok
terhadap masa depan bangsa. Hal itu dikatakan saat ditemui pada acara
peluncuran perkumpulan People`s CAUCUS Against Addictives di Jakarta,
Selasa (7/2/2012).
"Pemerintah sepertinya menerapkan sikap yang berstandar ganda terkait dengan regulasi industri rokok," kata guru besar yang sekaligus psikiater tersebut.
Menurut dia, di satu sisi pemerintah memang telah mengeluarkan peraturan-peraturan untuk mengendalikan konsumsi rokok, tapi di sisi lain pemerintah masih mengizinkan industri-industri rokok untuk berkampanye.
"Perusahaan rokok masih gencar beriklan dan menjadi sponsor untuk kegiatan-kegiatan yang banyak melibatkan pemuda seperti konser musik, kegiatan olah raga dan lainnya. Seharusnya hal itu dibatasi agar tidak menimbulkan kesan yang salah mengenai rokok," kata dia.
Senada dengan pendapat Dadang Hawari, Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI, Abdillah Ahsan mengatakan, kampanye rokok akhir-akhir ini bisa menimbulkan pemahaman yang salah.
"Iklan rokok terutama yang kita lihat di televisi saat ini, malah memberi gambaran maskulinitas, kehidupan modern, dan bahkan sportivitas. Hal tersebut mengaburkan kenyataan bahwa rokok adalah pembunuh yang sangat berbahaya," kata Abdillah.
Lebih lanjut, pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) tersebut mengatakan, pemerintah perlu menaikkan harga rokok untuk mengendalikan konsumsi rokok.
"Saat ini, harga cukai rokok sangatlah murah, satu batang rokok kretek buatan tangan dengan jumlah produksi rendah dikenai biaya Rp234. Bayangkan hanya dengan Rp2 ribu, anak-anak bisa mendapat empat batang rokok di warung-warung," kata dia, dimuat Antara.
Padahal, menurut penelitian, seseorang hanya butuh empat batang rokok untuk menjadi pecandu rokok.*
Keterangan foto: Prof. Dadang Hawari.
Sumber: http://hidayatullah.com/read/21048/08/02/2012/dadang:-pemerintah-kurang-peduli-bahaya-merokok.html
"Pemerintah sepertinya menerapkan sikap yang berstandar ganda terkait dengan regulasi industri rokok," kata guru besar yang sekaligus psikiater tersebut.
Menurut dia, di satu sisi pemerintah memang telah mengeluarkan peraturan-peraturan untuk mengendalikan konsumsi rokok, tapi di sisi lain pemerintah masih mengizinkan industri-industri rokok untuk berkampanye.
"Perusahaan rokok masih gencar beriklan dan menjadi sponsor untuk kegiatan-kegiatan yang banyak melibatkan pemuda seperti konser musik, kegiatan olah raga dan lainnya. Seharusnya hal itu dibatasi agar tidak menimbulkan kesan yang salah mengenai rokok," kata dia.
Senada dengan pendapat Dadang Hawari, Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI, Abdillah Ahsan mengatakan, kampanye rokok akhir-akhir ini bisa menimbulkan pemahaman yang salah.
"Iklan rokok terutama yang kita lihat di televisi saat ini, malah memberi gambaran maskulinitas, kehidupan modern, dan bahkan sportivitas. Hal tersebut mengaburkan kenyataan bahwa rokok adalah pembunuh yang sangat berbahaya," kata Abdillah.
Lebih lanjut, pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) tersebut mengatakan, pemerintah perlu menaikkan harga rokok untuk mengendalikan konsumsi rokok.
"Saat ini, harga cukai rokok sangatlah murah, satu batang rokok kretek buatan tangan dengan jumlah produksi rendah dikenai biaya Rp234. Bayangkan hanya dengan Rp2 ribu, anak-anak bisa mendapat empat batang rokok di warung-warung," kata dia, dimuat Antara.
Padahal, menurut penelitian, seseorang hanya butuh empat batang rokok untuk menjadi pecandu rokok.*
Keterangan foto: Prof. Dadang Hawari.
Sumber: http://hidayatullah.com/read/21048/08/02/2012/dadang:-pemerintah-kurang-peduli-bahaya-merokok.html
infonya bagus bos...
ReplyDeletememang sulit untuk menekan penggunaan rokok bagi massyarakat indonesia, karena sudah sangat melekat
trims gan... smg manfaat tuk mengurangi minat merokok bgi yg mmbaca :D
Deletesaya pernah bisa berhenti satu bulan full,....begtu kambuh tambah parah.... :capede
ReplyDeletewah memang perlu perjuangan yg besar, semoga bisa berhenti deh, kasihan diri kita :D
Delete