Saturday, April 14, 2012

GEMA KEBANGKITAN ISLAM DUNIA MULAI MENINGKAT SIGNIFIKAN

EROPA (Arrahmah.com) - Kebangkitan Islam di Kosovo semakin terlihat, yang salah satunya ditandai oleh banyaknya Muslimah mengenakan jilbab dan meningkatnya Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) Muslim yang memicu perdebatan hangat di kalangan publik Kosovo, negara kecil yang mayoritas Muslim di tenggara Eropa.

"Kalian lihat banyak perempuan mengenakan jilbab dan banyak pria berjanggut," kata Brikena Hoxha dari Inisiatif Stabilitas Kosovo, kepada Irish Times pada hari Kamis (12/4/2012).
"Ini baru bagi kami," tambahnya.
Kecenderungan "Muslim Fundamental" dianggap berbeda dengan apa yang disebut "Islam-lite" atau "muslim moderat" di Kosovo.
"Kami Muslim, tetapi kami berpikir dengan cara orang-orang Eropa," kata Xhabir Hamiti, seorang Profesor studi Islam dan Presiden Majelis Komunitas Islam Kosovo, badan pengawas resmi yang menyeleksi para imam Masjid.
Pihak-pihak yang tidak menyukai "Muslim Fundamental" menyindir upaya Partai Keadilan pada muslim panas lalu untuk mengamandemenkan konstitusi yang menyatakan Kosovo sebagai negara sekuler mengizinkan pemakaian jilbab di sekolah-sekolah umum.
Para pembenci Islam berusaha melarang pemakaian jilbab di sekolah-sekolah umum, menganggap bahwa jilbab bukanlah identitas negara Kosovo yang mayoritas Muslim ini dan menganggap bahwa jilbab bukanlah identitas keagamaan.
"Kerudung di Kosovo bukanlah sebagai elemen dari identitas kami," kata wakil Menteri Luar Negeri Kosovo Vlora Citaku, dikutip BBC, yang mendukung keputusan pemerintah untuk melarang jilbab di sekolah-sekolah.
Selain itu, para pembenci Islam juga telah menentang pembangunan sebuah Masjid besar di ibukota Pristina karena jumlah jama'ah Muslim semakin meningkat.
Pristina memiliki 22 Masjid, tetapi ukurannya terlalu kecil dan sempit untuk sebuah Masjid tidak dapat menampung jama'ah Muslim untuk sholat berjama'ah terkhusus pada hari Jum'at, sehingga sering terlihat Muslim melakukan sholat di jalan-jalan.
LSM Muslim yang meningkat di Kosovo telah membantu kembali bangkitnya Kosovo setelah pembantaian pada Perang Salib oleh pasukan Serbia. Ada beberapa Lembaga Amal Muslim yang membantu membangun kembali Masjid yang dihancurkan pada saat perang dan memberikan bantuan keuangan kepada anak yatim-piatu korban perang juga terlibat dalam program-program pendidikan dan kesehatan.
Namun sangat disayangkan sekelompok Muslim yang membantu masyarakat miskin dan berusaha membangkitkan Islam yang benar di Kosovo dikritisi. Mereka dianggap telah menyebarkan ideologi "radikal" kepada masyarakat melalui bantuan amal.
Menurut kesaksian, masyarakat miskin diberikan 300 Euro sebulan. Namun itu dianggap oleh para "kritikus" sebagai "suap" untuk mengikuti ideologi "radikalisme".
Seperti kesaksian Hoxha tentang tetangganya, "Tetangga saya mengatakan kepada saya mereka diberi 300 Euro sebulan untuk 'melakukan ini'", dikutip Onislam.
"Beberapa LSM Islam menyalahgunakan misi mereka dengan menangani masalah-masalah agama berdasarkan interpretasi spesifik mereka sendiri, berpikir bahwa orang-orang disini tidak memahami Islam yang sesungguhnya," kata Prof. Hamiti.
"Mereka yang mengklaim bahwa mereka membawa Islam yang benar untuk Kosovo tidak mewakili ajaran Islam resmi dan tradisional dalam masyarakat kita," tambah Prof. Hamiti.
Prof. Hamiti berpendapat bahwa mayoritas Muslim Kosovo menentang segala bentuk "eskstrimisme dan radikalisme".
"Mayoritas Muslim di sini menentang segala bentuk 'ekstremisme dan radikalisme' berbasis agama," katanya.
Muslim keturunan etnis Albani mendominasi lebih dari 95 persen dari dua juta penduduk Kosovo.
Kosovo adalah sebuah provinsi di Serbia di bawah administrasi PBB, setelah tentara Salib Serbia melakukan pembantaian terhadap etnis Muslim. Kosovo mendeklarasikan kemerdekaan pada 17 Februari 2008, namun atas dukungan negara-negara Barat, sehingga menjadi negara sekuler. (siraaj/arrahmah.com)

AUSTRIA (Arrahmah.com) - Catatan resmi Austria menunjukkan pertumbuhan drastis perpindahan dari Kristen ke Islam, di salah satu negara Eropa yang mayoritas Kristen, seperti yang dilansir presstv, pada Jum'at (13/4/2012).
Seorang Mualaf mengungkapkan bahwa orang-orang telah memiliki kerinduan spiritual yang hilang dari hidup mereka. "Kami lihat orang-orang memiliki kerinduan spiritual yang mereka rasa ada sesuatu yang hilang dalam hidup mereka, apakah tidak ada dimensi, tidak ada akhirat, atau darimana saya? mengapa saya ada?," kata Amina Bagajati yang telah menjadi seorang Muslimah.
Austria adalah negara Eropa yang didominasi oleh Kristen Katolik lebih dari delapan juta orang dan memiliki sejarah mendalam tentang agama Kristen.
Banyak pemeluk Kristen menyatakan bahwa mereka kecewa dan telah kehilangan keimanan mereka di agama Kristen, dan tentu saja karena akhir-akhir ini meningkatnya skandal seksual di gereja-gereja katolik yang telah memainkan peran utama eksodus mereka, yang akhirnya membimbing mereka untuk memeluk Islam, dimana mereka dapat menemukan kedamaian.
Kebanyakan non-Muslim, penduduk Eropa selalu mendapat gambaran mengenai Islam oleh Barat dengan gambaran yang buruk, terutama apa yang mereka sebut sebagai "ekstrimisme dan fundamentalisme".
Sementara PBB telah menyatakan keprihatinan tentang meningkatnya diskriminasi agama dan kekerasan terhadap kelompok-kelompok keagamaan, tentu saja Islam lah yang sering mendapat diskriminasi dan kekerasan dari pihak-pihak yang membenci Islam, namun menurut Amina, ia yakin bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk Islam menunjukkan sifat damainya kepada non-Muslim.
Estimasi menunjukkan bahwa hampir satu juta Kristen Austria telah memeluk Islam sejak sekitar dua tahun yang lalu, dan jumlah pemeluk Islam kemungkinan besar semakin berkembang di Austria dan di negara-negara Eropa lainnya, semoga.
Ditengah-tengah perang melawan Dunia Islam atau yang disebut "perang melawan teror", mereka - Barat dan sekutu-sekutunya - telah membuat berbagai propaganda untuk memadamkan cahaya Islam dengan menebar gambaran buruk tentang Islam dan para pemeluknya, namun justru pemeluk Islam semakin meningkat di seluruh dunia, tanpa paksaan. (siraaj/arrahmah.com)

KOREA (Arrahmah.com) - Meski kebangkitan Islam semakin mengguncang dunia, namun tak dapat dipungkiri ujian keimanan tak pernah luput dari orang-orang beriman. Terutama bagi Muslim yang hidup di negeri mayoritas kafir, ujian keimanan akan terasa lebih berat.
Seperti yang dialami oleh Muslim di Korea Selatan (Korsel) yang mayoritas tidak beragama, menurut catatan wikipedia, dan agama yang memiliki penganut terbesar adalah Budha, tengah berjuang menghadapi berbagai tantangan yang disebabkan oleh stereotip media terhadap Islam dan pemeluknya.
"Ada wajah Islam yang sebenarnya, tetapi tidak terlihat di media, " kata Shariq Said, muslim asal Pakistan yang telah tinggal di ibukota Seoul selama sembilan tahun, kepada Korea Times pada hari Jum'at (13/4/2012).
Di Seoul ada sebuah Masjid pusat yang disebut Seoul Central Mosque , yang terbesar di Korsel dibangun pada tahun 1974 dengan dukungan dari Saudi Arabia.
Di Masjid pusat tersebut terlihat Muslim dari berbagai kebangsaan selain penduduk asli Korea, seperti Timur Tengah, Asia Selatan dan Tenggara, dan Afrika.
Populasi Muslim Seoul yang berasal dari berbagai kebangsaan menggambarkan keberagaman Islam kepada warga Korea.
Namun meski telah hidup bertahun-tahun di Korea dengan damai, Ummat Muslim Korsel mengeluhkan stereotip yang mereka hadapi di media yang menggambarkan tentang keimanan mereka dengan buruk, yang berdampak pada pandangan dan penilaian dari masyarakat setempat.
"Media menunjukkan Ummat Muslim adalah orang-orang miskin dan berperang satu sama lain, ini tidak benar," kata Mohd Fakrul, seorang pelajar dari Malaysia yang berada di Korsel dalam rangka pertukaran pelajar.
"Terkadang, ketika saya memberitahu orang bahwa saya seorang Muslim, mereka agak curiga," tambahnya. "Tetapi lihatlah kepada kami. Ini adalah kedamaian".
Fakrul bercerita di Masjid pusat di Seoul bahwa Ummat Muslim di Korsel mencerminkan Islam yang lurus dan bersikap ramah dan damai.
Selain itu, di Seoul hanya ada satu Masjid sehingga memungkinkan kaum Muslimin kesulitan untuk melaksanakan sholat terutama sholat berjama'ah.
"Di Malaysia kami memiliki banyak masjid, tapi di Seoul hanya ada satu masjid," kata Fakrul.
"Jika kita harus sholat pada siang hari, bisa sulit untuk menemukan tempat yang tepat," tambahnya.
Jeong Seung Joon, seorang Muslim asli Korea yang menemukan Islam di Irlandia mengatakan bahwa makanan halal menjadi tantangan lain bagi Islam yang masih menjadi minoritas di Korea.
"Makanan (halal) sangat sulit, karena saya menyukai daging, tetapi saya hanya boleh memakan produk-produk halal," ujar Seung Joon.
Namun, sebagian Muslim lainnya memiliki kesempatan yang besar untuk bergerak lebih jauh pada keimanan mereka dan mendakwahkannya kepada orang-orang Korea, yang pada umumnya merasa asing dengan Islam.
Jumlah Muslim di Korsel diperkirakan sebanyak 45.000 tidak termasuk para pekerja imigran. Sementara berdasarkan Federasi Muslim Korea (KMF) yang didirikan pada 1967, ada sekitar 120.000 hingga 130.000 Muslim yang tinggal di Korsel, baik pribumi maupun imigran.
Populasi Muslim yang berasal dari imigran kebanyakan dari para pekerja Pakistan dan Bangladesh. (siraaj/arrahmah.com)

 Sumber:
http://arrahmah.com/read/2012/04/13/19387-eropa-kebangkitan-islam-di-kosovo-menjadi-perdebatan-hangat-publik.html
http://arrahmah.com/read/2012/04/14/19390-eropa-pemeluk-islam-di-austria-meningkat-drastis.html
http://arrahmah.com/read/2012/04/14/19391-muslim-korea-berjuang-hadapi-tantangan.html

No comments:

Post a Comment

Silakan Berkomentar